TEMUAN ILMIAH TERBARU DAN AL QURAN
By
gebyarmanusialangka.blogspot.com
Ayat Al Quran Dan Alam Semesta
Dalam Surat al-Isra ayat ke-88, Allah
menunjukkan keagungan Al Quran:
"Katakanlah: 'Sesungguhnya jika
manusia dan jin berkumpul untuk membuat yang serupa Al Quran ini; niscaya
mereka tidak akan dapat membuat yang serupa dengan dia, sekalipun sebagian
mereka menjadi pembantu bagi sebagian yang lain.'" (QS. Al Isra: 88)
Allah menurunkan Al Quran kepada manusia empat belas abad yang lalu.
Beberapa fakta yang baru dapat diungkapkan dengan teknologi abad ke-21 ternyata
telah dinyatakan Allah dalam Al Quran empat belas abad yang lalu. Hal ini
menunjukkan bahwa Al Quran adalah salah satu bukti terpenting yang memungkinkan
kita mengetahui keberadaan Allah.
Dalam Al Quran, terdapat banyak bukti bahwa Al Quran berasal dari Allah,
bahwa umat manusia tidak akan pernah mampu membuat sesuatu yang menyerupainya.
Salah satu bukti ini adalah ayat-ayat (tanda-tanda) Al Quran yang terdapat di
alam semesta.
Sesuai dengan ayat "Kami akan
memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di segenap penjuru dan pada diri mereka sendiri,
sehingga jelaslah bagi mereka bahwa Al Quran itu adalah benar. Dan apakah
Tuhanmu tidak cukup (bagi kamu) bahwa sesungguhnya Dia menyaksikan segala
sesuatu?" (QS. Fushilat: 53), banyak informasi yang ada dalam Al
Quran ini sesuai dengan yang ada di dunia eksternal. Allah-lah yang telah
menciptakan alam semesta dan karenanya memiliki pengetahuan mengenai semua itu.
Allah juga yang telah menurunkan Al Quran. Bagi orang-orang beriman yang
teliti, sungguh-sungguh, dan arif, banyak sekali informasi dan analisis dalam
Al Quran yang dapat mereka lihat dan pelajari.
Meskipun demikian, perlu
diingat bahwa Al Quran bukanlah buku ilmu pengetahuan. Tujuan diturunkannya Al
Quran adalah sebagaimana yang diungkapkan dalam ayat-ayat berikut: "Alif lam ra.
(Ini adalah) Kitab yang Kami turunkan kepadamu supaya kamu mengeluarkan manusia
dari gelap gulita kepada cahaya terang-benderang dengan izin Tuhan Yang
Mahakuasa lagi Maha Terpuji." (QS. Ibrahim: 1)mengeluarkan manusia dari gelap gulita
kepada cahaya terang-benderang dengan izin Tuhan Yang Mahakuasa lagi Maha
Terpuji." (QS. Ibrahim: 1)
"… untuk
menjadi petunjuk dan peringatan bagi orang-orang yang berpikir." (QS. Al
Mu'min: 54)
Singkatnya, Allah menurunkan Al Quran sebagai petunjuk bagi orang-orang
beriman. Al Quran menjelaskan kepada manusia cara menjadi hamba Allah dan
mencari ridha-Nya.
Betapapun, Al Quran juga memberi informasi dasar mengenai beberapa hal
seperti penciptaan alam semesta, kelahiran manusia, struktur atmosfer, dan
keseimbangan di langit dan di bumi. Kenyataan bahwa informasi dalam Al Quran
tersebut sesuai dengan temuan terbaru ilmu pengetahuan modern adalah hal penting,
karena kesesuaian ini menegaskan bahwa Al Quran adalah "firman
Allah". Menurut ayat "Maka apakah mereka tidak
memperhatikan Al Quran? Kalau kiranya Al Quran itu bukan dari sisi Allah,
tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya" (Surat
an-Nisa: 82), terdapat keserasian yang luar biasa antara pernyataan di
dalam Al Quran dan dunia eksternal.
Pada halaman-halaman berikut kita akan membahas kesamaan yang luar biasa
antara informasi tentang alam semesta yang ada dalam Al Quran dan dalam ilmu
pengetahuan.
"Dia yang telah menciptakan tujuh
langit berlapis-lapis. Kamu sekali-kali tidak melihat pada ciptaan Tuhan Yang
Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang. Maka lihatlah berulang-ulang, adakah
kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang? Kemudian pandanglah sekali lagi,
niscaya penglihatanmu akan kembali kepadamu dengan tidak menemukan sesuatu
cacat dan penglihatanmu itu pun dalam keadaan payah." (Surat Al Mulk: 3-4)
Teori Dentuman Besar (Big Bang) Dan
Ajarannya
Persoalan mengenai bagaimana alam semesta yang tanpa cacat ini mula-mula
terbentuk, ke mana tujuannya, dan bagaimana cara kerja hukum-hukum yang menjaga
keteraturan dan keseimbangan, sejak dulu merupakan topik yang menarik.
Pendapat kaum materialis yang berlaku selama beberapa abad hingga awal
abad ke-20 menyatakan, bahwa alam semesta memiliki dimensi tak terbatas, tidak
memiliki awal, dan akan tetap ada untuk selamanya. Menurut pandangan ini, yang
disebut "model alam semesta yang statis", alam semesta tidak memiliki
awal maupun akhir.
Dengan memberikan dasar bagi filosofi materialis, pandangan ini
menyangkal adanya Sang Pencipta, dengan menyatakan bahwa alam semesta ini
adalah kumpulan materi yang konstan, stabil, dan tidak berubah-ubah. Namun,
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi abad ke-20 menghancurkan
konsep-konsep primitif seperti model alam semesta yang statis. Saat ini, pada
awal abad ke-21, melalui sejumlah besar percobaan, pengamatan, dan perhitungan,
fisika modern telah mencapai kesimpulan bahwa alam semesta memiliki awal, bahwa
alam diciptakan dari ketiadaan dan dimulai oleh suatu ledakan besar.
Selain itu, berlawanan dengan pendapat kaum materialis, kesimpulan ini
menyatakan bahwa alam semesta tidaklah stabil atau konstan, tetapi senantiasa
bergerak, berubah, dan memuai. Saat ini, fakta-fakta tersebut telah diakui oleh
dunia ilmu pengetahuan. Sekarang, marilah kita lihat bagaimana fakta-fakta yang
sangat penting ini dijelaskan oleh ilmu pengetahuan.
"Semua yang berada di langit dan yang
berada di bumi bertasbih kepada Allah (menyatakan kebesaran Allah). Dan Dialah
Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. Kepunyaan-Nyalah kerajaan langit dan
bumi, Dia menghidupkan dan mematikan, dan Dia Mahakuasa atas segala
sesuatu." (Surat al-Hadid: 1-2)
Pemuaian Alam
Semesta
Pada tahun 1929, di observatorium Mount
Wilson di California, seorang astronom Amerika bernama Edwin Hubble membuat
salah satu temuan terpenting dalam sejarah astronomi. Ketika tengah mengamati
bintang dengan teleskop raksasa, dia menemukan bahwa cahaya yang dipancarkan
bintang-bintang bergeser ke ujung merah spektrum. Ia pun menemukan bahwa
pergeseran ini terlihat lebih jelas jika bintangnya lebih jauh dari bumi.
Temuan ini menggemparkan dunia ilmu pengetahuan. Berdasarkan hukum-hukum fisika
yang diakui, spektrum sinar cahaya yang bergerak mendekati titik pengamatan
akan cenderung ungu, sementara sinar cahaya yang bergerak menjauhi titik
pengamatan akan cenderung merah. Pengamatan Hubble menunjukkan bahwa cahaya
dari bintang-bintang cenderung ke arah warna merah. Ini berarti bahwa
bintang-bintang tersebut senantiasa bergerak menjauhi kita.
Tidak lama
sesudah itu, Hubble membuat temuan penting lainnya: Bintang dan galaksi bukan
hanya bergerak menjauhi kita, namun juga saling menjauhi. Satu-satunya
kesimpulan yang dapat dibuat tentang alam semesta yang semua isinya bergerak
saling menjauhi adalah bahwa alam semesta itu senantiasa memuai.
Agar
lebih mudah dimengerti, bayangkan alam semesta seperti permukaan balon yang
tengah ditiup. Sama seperti titik-titik pada permukaan balon akan saling
menjauhi karena balonnya mengembang, benda-benda di angkasa saling menjauhi
karena alam semesta terus memuai. Sebenarnya, fakta ini sudah pernah ditemukan
secara teoretis. Albert Einstein, salah seorang ilmuwan termasyhur abad ini,
ketika mengerjakan Teori Relativitas Umum, pada mulanya menyimpulkan bahwa
persamaan yang dibuatnya menunjukkan bahwa alam semesta tidak mungkin statis.
Namun, dia mengubah persamaan tersebut, dengan menambahkan sebuah
"konstanta" untuk menghasilkan model alam semesta yang statis, karena
hal ini merupakan ide yang dominan saat itu. Di kemudian hari Einstein menyebut
perbuatannya itu sebagai "kesalahan terbesar dalam kariernya".
Jadi,
apakah pentingnya fakta pemuaian alam semesta ini terhadap keberadaan alam
semesta?
Pemuaian
alam semesta secara tidak langsung menyatakan bahwa alam semesta bermula dari
satu titik tunggal. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa "satu titik
tunggal" yang mengandung semua materi alam semesta ini pastilah memiliki
"volume nol" dan "kepadatan tak terbatas". Alam semesta
tercipta akibat meledaknya titik tunggal yang memiliki volume nol tersebut.
Ledakan hebat yang menandakan awal terbentuknya alam semesta ini dinamakan
Ledakan Besar (Big Bang), dan teori ini dinamai mengikuti nama ledakan tersebut.
Harus dikatakan di sini bahwa "volume
nol" adalah istilah teoretis yang bertujuan deskriptif. Ilmu pengetahuan
hanya mampu mendefinisikan konsep "ketiadaan", yang melampaui batas
pemahaman manusia, dengan menyatakan titik tunggal tersebut sebagai "titik
yang memiliki volume nol". Sebenarnya, "titik yang tidak memiliki
volume" ini berarti "ketiadaan". Alam semesta muncul dari
ketiadaan. Dengan kata lain, alam semesta diciptakan.
Fakta ini, yang baru ditemukan oleh
fisika modern pada akhir abad ini, telah diberitakan Al Quran empat belas abad
yang lalu:
"Dia
Pencipta langit dan bumi." (QS. Al An'am:101)
Jika
kita membandingkan pernyataan pada ayat di atas dengan teori Ledakan Besar,
terlihat kesamaan yang sangat jelas. Namun, teori ini baru diperkenalkan
sebagai teori ilmiah pada abad ke-20.
Pemuaian alam semesta merupakan salah satu bukti terpenting bahwa alam
semesta diciptakan dari ketiadaan. Meskipun fakta di atas baru ditemukan pada
abad ke-20, Allah telah memberitahukan kenyataan ini kepada kita dalam Al Quran
1.400 tahun yang lalu:
"Dan langit itu Kami bangun dengan
kekuasaan (Kami) dan sesungguhnya Kami benar-benar berkuasa." (Surat
Adz-Dzariyat:47)
Pada
tahun 1948, George Gamov mengemukakan gagasan lain mengenai teori Ledakan
Besar. Dia menyatakan bahwa setelah terbentuknya alam semesta dari ledakan
hebat, di alam semesta seharusnya terdapat surplus radiasi, yang tersisa dari
ledakan tersebut. Lebih dari itu, radiasi ini seharusnya tersebar merata di
seluruh alam semesta.
Bukti
"yang seharusnya ada" ini segera ditemukan. Pada tahun 1965, dua
orang peneliti bernama Arno Penzias dan Robert Wilson, menemukan gelombang ini
secara kebetulan. Radiasi yang disebut "radiasi latar belakang" ini
tampaknya tidak memancar dari sumber tertentu, tetapi meliputi seluruh ruang
angkasa. Dengan demikian, dapat dipahami bahwa gelombang panas yang memancar
secara seragam dari segala arah di angkasa ini merupakan sisa dari tahapan awal
Ledakan Besar. Penzias dan Wilson dianugerahi Hadiah Nobel untuk temuan ini.
Pada tahun 1989, NASA mengirimkan satelit Cosmic Background Explorer
(COBE) ke angkasa untuk melakukan penelitian mengenai radiasi latar belakang.
Pemindai sensitif pada satelit hanya membutuhkan waktu delapan menit untuk
menegaskan perhitungan Penzias dan Wilson. COBE telah menemukan sisa-sisa
ledakan hebat yang mengawali terbentuknya alam semesta.
Bukti
penting lain berkenaan dengan Ledakan Besar adalah jumlah hidrogen dan helium
di ruang angkasa. Pada penghitungan terbaru, diketahui bahwa konsentrasi
hidrogen-helium di alam semesta sesuai dengan penghitungan teoretis konsentrasi
hidrogen-helium yang tersisa dari Ledakan Besar. Jika alam semesta tidak
memiliki awal dan jika alam semesta ada sejak adanya keabadian (waktu yang tak
terhingga), seharusnya hidrogen terpakai seluruhnya dan diubah menjadi helium.
Semua bukti kuat ini memaksa komunitas ilmiah untuk menerima teori
Ledakan Besar. Model ini merupakan titik terakhir yang dicapai oleh para ahli
kosmologi berkaitan dengan awal mula dan pembentukan alam semesta.
Dennis
Sciama, yang membela teori keadaan ajeg (steady-state) bersama Fred Hoyle
selama bertahun-tahun, menggambarkan posisi terakhir yang mereka capai setelah
terkumpulnya semua bukti tentang teori Ledakan Besar. Sciama mengatakan bahwa
ia telah ambil bagian dalam perdebatan sengit antara para pembela teori keadaan
ajeg dan mereka yang menguji dan berharap dapat menyangkal teori tersebut. Dia
menambahkan bahwa dulu dia membela teori keadaan ajeg bukan karena menganggap
teori tersebut benar, melainkan karena berharap bahwa teori itu benar. Fred
Hoyle bertahan menghadapi semua keberatan terhadap teori ini, sementara
bukti-bukti yang berlawanan mulai terungkap. Selanjutnya, Sciama bercerita
bahwa pertama-tama ia menentang bersama Hoyle. Akan tetapi, saat bukti-bukti
mulai bertumpuk, ia mengaku bahwa perdebatan tersebut telah selesai dan teori
keadaan ajeg harus dihapuskan.
Prof. George Abel dari University of California juga mengatakan bahwa
sekarang telah ada bukti yang menunjukkan bahwa alam semesta bermula miliaran
tahun yang lalu, yang diawali dengan Dentuman Besar. Dia mengakui bahwa dia
tidak memiliki pilihan lain kecuali menerima teori Dentuman Besar.
Dengan
kemenangan teori Dentuman Besar, konsep "zat yang kekal" yang
merupakan dasar filosofi materialis dibuang ke tumpukan sampah sejarah. Jadi,
apakah yang ada sebelum Dentuman Besar, dan kekuatan apakah yang menjadikan
alam semesta ini "ada" melalui sebuah dentuman besar, jika sebelumnya
alam semesta ini "tidak ada"? Pertanyaan ini jelas menyiratkan, dalam
kata-kata Arthur Eddington, adanya fakta "yang tidak menguntungkan secara
filosofis" (tidak menguntungkan bagi materialis), yaitu adanya Sang
Pencipta. Athony Flew, seorang filsuf ateis terkenal, berkomentar tentang hal
ini sebagai berikut:
Semua orang tahu bahwa pengakuan itu baik
bagi jiwa. Oleh karena itu, saya akan memulai dengan mengaku bahwa kaum ateis
Stratonician telah dipermalukan oleh konsensus kosmologi kontemporer. Tampaknya
ahli kosmologi memiliki bukti-bukti ilmiah tentang hal yang menurut St. Thomas
tidak dapat dibuktikan secara filosofis; yaitu bahwa alam semesta memiliki
permulaan. Sepanjang alam semesta dapat dianggap tidak memiliki akhir maupun
permulaan, orang tetap mudah menyatakan bahwa keberadaan alam semesta, dan
segala sifatnya yang paling mendasar, harus diterima sebagai penjelasan
terakhir. Meskipun saya masih percaya bahwa hal ini tetap benar, tetapi
benar-benar sulit dan tidak nyaman mempertahankan posisi ini di depan cerita
Dentuman Besar.
Banyak
ilmuwan, yang tidak secara buta terkondisikan menjadi ateis, telah mengakui
keberadaan Yang Maha Pencipta dalam penciptaan alam semesta. Sang Pencipta
pastilah Dia yang menciptakan zat dan ruang/waktu, tetapi Dia tidak bergantung
pada ciptaannya. Seorang ahli astrofisika terkenal bernama Hugh Ross
mengatakan:
Jika waktu memiliki awal yang bersamaan dengan alam semesta, seperti
yang dikatakan teorema-ruang, maka penyebab alam semesta pastilah suatu wujud
yang bekerja dalam dimensi waktu yang benar-benar independen dari, dan telah
ada sebelum, dimensi waktu kosmos. Kesimpulan ini sangat penting bagi pemahaman
kita tentang siapakah Tuhan, dan siapa atau apakah yang bukan Tuhan. Hal ini
mengajarkan bahwa Tuhan bukanlah alam semesta itu sendiri, dan Tuhan tidak
berada di dalamnya
Zat dan ruang/waktu diciptakan oleh Yang
Maha Pencipta, yaitu Dia yang terlepas dari gagasan tersebut. Sang Pencipta
adalah Allah, Dia adalah Raja di surga dan di bumi.
Allah
memberi tahu bukti-bukti ilmiah ini dalam Kitab-Nya, yang Dia turunkan kepada
kita manusia empat belas abad lalu untuk menunjukkan keberadaan-Nya.
Kesempurnaan Di
Alam Semesta
"Yang
telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis. Kamu sekali-kali tidak melihat
pada ciptaan Tuhan Yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang. Maka lihatlah
berulang-ulang, adakah kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang? Kemudian
pandanglah sekali lagi niscaya penglihatanmu akan kembali kepadamu dengan tidak
menemukan sesuatu cacat dan penglihatanmu itu pun dalam keadaan payah."
(QS. Al Mulk: 3-4)
Di
alam semesta, miliaran bintang dan galaksi yang tak terhitung jumlahnya
bergerak dalam orbit yang terpisah. Meskipun demikian, semuanya berada dalam
keserasian. Bintang, planet, dan bulan beredar pada sumbunya masing-masing dan
dalam sistem yang ditempatinya masing-masing. Terkadang galaksi yang terdiri
atas 200-300 miliar bintang bergerak melalui satu sama lain. Selama masa
peralihan dalam beberapa contoh yang sangat terkenal yang diamati oleh para
astronom, tidak terjadi tabrakan yang menyebabkan kekacauan pada keteraturan
alam semesta.
Di seluruh alam semesta, besarnya
kecepatan benda-benda langit ini sangat sulit dipahami bila dibandingkan dengan
standar bumi. Jarak di ruang angkasa sangatlah besar bila bandingkan dengan
pengukuran yang dilakukan di bumi. Dengan ukuran raksasa yang hanya mampu
digambarkan dalam angka saja oleh ahli matematika, bintang dan planet yang
bermassa miliaran atau triliunan ton, galaksi, dan gugus galaksi bergerak di
ruang angkasa dengan kecepatan yang sangat tinggi.
Misalnya, bumi berotasi pada sumbunya dengan
kecepatan rata-rata 1.670 km/jam. Dengan mengingat bahwa peluru tercepat
memiliki kecepatan rata-rata 1.800 km/jam, jelas bahwa bumi bergerak sangat
cepat meskipun ukurannya sangat besar.
Kecepatan orbital bumi mengitari matahari
kurang-lebih enam kali lebih cepat dari peluru, yakni 108.000 km/jam. (Andaikan
kita mampu membuat kendaraan yang dapat bergerak secepat ini, kendaraan ini
dapat mengitari bumi dalam waktu 22 menit.)
Namun, angka-angka ini baru mengenai bumi saja. Tata surya bahkan lebih
menakjubkan lagi. Kecepatan tata surya mencapai tingkat di luar batas logika
manusia. Di alam semesta, meningkatnya ukuran suatu tata surya diikuti oleh
meningkatnya kecepatan. Tata surya beredar mengitari pusat galaksi dengan
kecepatan 720.000 km/jam. Kecepatan Bima Sakti sendiri, yang terdiri atas 200
miliar bintang, adalah 950.000 km/jam di ruang angkasa.
Kecepatan yang luar biasa ini menunjukkan bahwa hidup
kita berada di ujung tanduk. Biasanya, pada suatu sistem yang sangat rumit,
kecelakaan besar sangat sering terjadi. Namun, seperti diungkapkan Allah dalam
ayat di atas, sistem ini tidak memiliki "cacat" atau "tidak
seimbang". Alam semesta, seperti juga segala sesuatu yang ada di dalamnya,
tidak dibiarkan "sendiri" dan sistem ini bekerja sesuai dengan
keseimbangan yang telah ditentukan Allah.
"Dia Pencipta langit dan bumi.
Bagaimana Dia mempunyai anak padahal Dia tidak mempunyai isteri. Dia
menciptakan segala sesuatu; dan Dia mengetahui segala sesuatu. (Yang memiliki
sifat-sifat yang) demikian itu ialah Allah Tuhan kamu; tidak ada Tuhan selain
Dia; Pencipta segala sesuatu, maka sembahlah Dia; dan Dia adalah Pemelihara
segala sesuatu. Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedang Dia dapat
melihat segala yang kelihatan; dan Dialah Yang Maha Halus lagi Maha Mengetahui.
Sesungguhnya telah datang dari Tuhanmu bukti-bukti yang terang; maka
barangsiapa melihat (kebenaran itu), maka (manfaatnya) bagi dirinya sendiri;
dan barangsiapa buta (tidak melihat kebenaran itu), maka kemudharatannya kembali
kepadanya." (QS. AlAn'am: 101-104)
Orbit Dan Alam
Semesta Yang Berotasi
Salah satu sebab utama yang menghasilkan
keseimbangan di alam semesta, tidak diragukan lagi, adalah beredarnya
benda-benda angkasa sesuai dengan orbit atau lintasan tertentu. Walaupun baru
diketahui akhir-akhir ini, orbit ini telah ada di dalam Al Quran:
"Dan Dialah
yang telah menciptakan malam dan siang, matahari dan bulan. Masing-masing dari
keduanya itu beredar di dalam garis edarnya." (QS. Al Anbiya:33)
Bintang, planet, dan bulan berputar pada sumbunya dan dalam sistemnya,
dan alam semesta yang lebih besar bekerja secara teratur seperti pada roda gigi
suatu mesin. Tata surya dan galaksi kita juga bergerak mengitari pusatnya
masing-masing. Setiap tahun bumi dan tata surya bergerak 500 juta kilometer
menjauhi posisi sebelumnya. Setelah dihitung, diketahui bahwa bila suatu benda
langit menyimpang sedikit saja dari orbitnya, hal ini akan menyebabkan
hancurnya sistem tersebut. Misalnya, marilah kita lihat apa yang akan terjadi
bila orbit bumi menyimpang 3 mm lebih besar atau lebih kecil dari yang
seharusnya.
"Selagi
berotasi mengitari matahari, bumi mengikuti orbit yang berdeviasi sebesar 2,8
mm dari lintasannya yang benar setiap 29 km. Orbit yang diikuti bumi tidak
pernah berubah karena penyimpangan sebesar 3 mm akan menyebabkan kehancuran
yang hebat. Andaikan penyimpangan orbit adalah 2,5 mm, dan bukan 2,8 mm, orbit
bumi akan menjadi sangat luas dan kita semua akan membeku. Andaikan
penyimpangan orbit adalah 3,1 mm, kita akan hangus dan mati." (Bilim ve
Teknik, Juli 1983)
Matahari
Berjarak 150 juta km dari bumi, matahari
menyediakan energi yang kita butuhkan secara terus-menerus.
Pada benda angkasa yang berenergi sangat
besar ini, atom hidrogen terus-menerus berubah menjadi helium. Setiap detik 616
miliar ton hidrogen berubah menjadi 612 miliar ton helium. Selama sedetik itu,
energi yang dihasilkan sebanding dengan ledakan 500 juta bom atom.
Kehidupan di bumi dimungkinkan oleh adanya energi dari matahari.
Keseimbangan di bumi yang tetap dan 99% energi yang dibutuhkan untuk kehidupan
disediakan oleh matahari. Separo energi ini kasatmata dan berbentuk cahaya,
sedangkan sisanya berbentuk sinar ultraviolet, yang tidak kasatmata, dan
berbentuk panas.
Sifat lain dari matahari adalah
memuai secara berkala seperti lonceng. Hal ini berulang setiap lima menit dan
permukaan matahari bergerak mendekat dan menjauh 3 km dari bumi dengan
kecepatan 1.080 km/jam.
Matahari hanyalah salah satu dari 200 juta bintang dalam Bimasakti.
Meskipun 325.599 kali lebih besar dari bumi, matahari merupakan salah satu
bintang kecil yang terdapat di alam semesta. Matahari berjarak 30.000 tahun
cahaya dari pusat Bimasakti, yang berdiameter 125.000 tahun cahaya. (1 tahun
cahaya = 9.460.800.000.000 km.)
Perjalanan
Matahari
"Dan matahari berjalan di tempat
peredarannya. Demikianlah ketetapan Yang Maha Perkasa lagi Maha
Mengetahui." (QS. Yasin:38)
Berdasarkan
perhitungan para astronom, akibat aktivitas galaksi kita, matahari berjalan
dengan kecepatan 720.000 km/jam menuju Solar Apex, suatu tempat pada bidang
angkasa yang dekat dengan bintang Vega. (Ini berarti matahari bergerak sejauh
kira-kira 720.000x24 = 17.280.000 km dalam sehari, begitu pula bumi yang
bergantung padanya.)
Langit Tujuh Lapis
"Allah-lah yang menciptakan tujuh
langit dan seperti itu pula bumi." (QS. Ath-Thalaq:12)
Dalam
Al Quran Allah menyebutkan tujuh surga atau langit. Ketika ditelaah, atmosfer
bumi ternyata terbentuk dari tujuh lapisan. Di atmosfer terdapat suatu bidang
yang memisahkan lapisan dengan lapisan. Berdasarkan Encyclopedia Americana
(9/188), lapisan-lapisan yang berikut ini bertumpukan, bergantung pada suhu.
Lapisan pertama TROPOSFER: Lapisan ini mencapai ketebalan 8 km di
kutub dan 17 km di khatulistiwa, dan mengandung sejumlah besar awan. Setiap
kilometer suhu turun sebesar 6,5 C, bergantung pada ketinggian. Pada salah satu
bagian yang disebut tropopause, yang dilintasi arus udara yang bergerak cepat,
suhu tetap konstan pada -57 C.
Lapisan kedua STRATOSFER: Lapisan ini
mencapai ketinggian 50 km. Di sini sinar ultraviolet diserap, sehingga panas
dilepaskan dan suhu mencapai 0 C. Selama penyerapan ini, dibentuklah lapisan
ozon yang penting bagi kehidupan.
Lapisan ketiga MESOSFER: Lapisan ini
mencapai ketinggian 85 km. Di sini suhu turun hingga -100 C.
Lapisan keempat TERMOSFER: Peningkatan suhu
berlangsung lebih lambat
Lapisan kelima IONOSFER: Gas pada lapisan
ini berbentuk ion. Komunikasi di bumi menjadi mungkin karena gelombang radio
dipantulkan kembali oleh ionosfer.
Lapisan keenam EKSOSFER: Karena berada di
antara 500 dan 1000 km, karakteristik lapisan ini berubah sesuai aktivitas
matahari.
Lapisan ketujuh MAGNETOSFER: Di sinilah letak
medan magnet bumi. Penampilannya seperti suatu bidang besar yang kosong. Partikel
subatom yang bermuatan energi tertahan pada suatu daerah yang disebut sabuk
radiasi Van Allen.
Gunung Mencegah
Gempa Bumi
"Dia
menciptakan langit tanpa tiang yang kamu melihatnya dan Dia meletakkan
gunung-gunung (di permukaan) bumi supaya bumi itu tidak menggoyangkan kamu; dan
memperkembangbiakkan padanya segala macam jenis binatang." (QS. Luqman:10)
"Bukankah
Kami telah menjadikan bumi itu sebagai hamparan dan gunung-gunung sebagai
pasak?" (QS. An-Naba:7)
Informasi yang diperoleh melalui
penelitian geologi tentang gunung sangatlah sesuai dengan ayat Al Quran. Salah
satu sifat gunung yang paling signifikan adalah kemunculannya pada titik
pertemuan lempengan-lempengan bumi, yang saling menekan saat saling mendekat,
dan gunung ini "mengikat" lempengan-lempengan tersebut. Dengan sifat
tersebut, pegunungan dapat disamakan seperti paku yang menyatukan kayu.
Selain itu, tekanan pegunungan pada kerak
bumi ternyata mencegah pengaruh aktivitas magma di pusat bumi agar tidak
mencapai permukaan bumi, sehingga mencegah magma menghancurkan kerak bumi.
Air Laut Tidak
Saling Bercampur
"Dia
membiarkan dua lautan mengalir yang keduanya kemudian bertemu, antara keduanya
ada batas yang tidak dilampaui oleh masing-masing." (QS. Ar-Rahman:19-20)
Pada ayat di atas ditekankan bahwa dua
badan air bertemu, tetapi tidak saling bercampur akibat adanya batas. Bagaimana
ini dapat terjadi? Biasanya, bila air dari dua lautan bertemu, diduga airnya
akan saling bercampur dengan suhu dan konsentrasi garam cenderung seimbang.
Namun, kenyataan yang terjadi berbeda dengan yang diperkirakan. Misalnya,
meskipun Laut Tengah dan Samudra Atlantik, serta Laut Merah dan Samudra Hindia
secara fisik saling bertemu, airnya tidak saling bercampur. Ini karena di
antara keduanya terdapat batas. Batas ini adalah gaya yang disebut
"tegangan permukaan".
Dua Kode Dalam
Besi
Besi adalah satu dari empat unsur yang paling
berlimpah di bumi. Selama berabad-abad besi merupakan salah satu logam
terpenting bagi umat manusia. Ayat yang berkenaan dengan besi adalah sebagai
berikut:
"…Dan Kami
ciptakan besi yang padanya terdapat kekuatan yang hebat dan berbagai manfaat
bagi manusia." (QS. Al Hadid:25)
Ayat ini melibatkan dua kode matematika
yang sangat menarik.
"Al Hadid" (besi) adalah surat
ke-57 di dalam Al Quran. Nilai numerik (dalam sistem "Abjad" Arab,
setiap huruf memiliki nilai numerik) huruf-huruf dari kata "Al Hadid"
jumlahnya sama dengan 57, yakni nomor massa besi.
Nilai numerik (Abjad) dari kata
"Hadid" (besi) sendiri, tanpa penambahan "al", jumlahnya
26, yakni nomor atom besi.
0 komentar:
Posting Komentar